Dalam diskusi yang dilaksanakan oleh BEM dan Senat tiap-tiap
Fakultas di Universitas Hasanuddin pada tanggal 14 November 2014, Jum’at
dini hari, menghasilkan kesimpulan sebagai berikut;
Bahwa benar
APBN yang belakangan selama lima tahun belakangan yang menelan anggaran
sebesar lebih dari tujuh ratus triliun rupiah benar membebani anggaran.
Anggaran tersebut lebih besar dibandingkan anggaran infrastruktur dan
anggaran sektor kesehatan yang masing-masing “hanya” menelan anggaran
sebesar lima ratus triliun rupiah dan dua ratus triliun rupiah.

Hal
ini membuat pemerintah merasa BBM yang kebanyakan dinikmati oleh
masyarakat menengah ke atas perlu dicabut. Namun, dalam pandangan kami,
hal ini tidak dapat serta merta pemerintah berakhir pada kesimpulan
dicabutnya subsidi BBM secara keseluruhan. Bagi kami, walau BBM harus
diartikan dan dimengerti sebagai komoditi yang mampu menstimulus gerak
perekonomian. Sehingga, mahalnya harga BBM dapat memperlambat gerak
perekonomian akibat dominannya kendaraan pribadi sebagai alat untuk
aktivitas ekonomi. kesimpulan yang kami ambil dalam poin ini adalah
benar subsidi BBM membebani anggaran, namun di satu sisi masyarakat
kecil yang menjadikan BBM sebagai komoditi untuk memperlancar aktivitas
kegiatan kerjanya akan memperberat langkah aktivitasnya. Maka dengan ini
kami menawarkan beberapa kesimpulan dan solusi; pertama yaitu penerapan
BBM dua harga. Kendaraan keluaran 2012 ke atas(kendaraan terbarukan
dengan harga yang hanya mampu dijangkau oleh kaum menengah ke atas)
tidak boleh mengonsumsi BBM yang disubsidi. BBM bersubsidi hanya diakses
dan dikonsumsi terbatas oleh masyarakat kurang mampu, nelayan dan
petani sebagai biaya operasional yang murah guna mereduksi dampak
inflasi di masyarakat. Subsidi BBM dialokasikan pula untuk sektor
transportasi massal dan sektor perhubungan yang dijadikan oleh para
petani dan nelayan untuk mengantarkan barangnya dan terciptanya
kesalingketerhubungan antar-sektor untuk menekan inflasi semaksimal
mungkin dengan asumsi dinaikkannya pula pengawasan agar tidak terjadi
kebocoran subsidi ke sektor industri maupun penyelundupan.
Dipotongnya subsidi BBM yang dinikmati oleh kelas menengah ke atas yang
oleh pemerintah mengonsumsi subsidi BBM dari total konsumsi sebesar
seratus persen dinikmati oleh kelas menengah sebesar tujuh puluh satu
persen, hal ini kami nilai tak terkira besarnya. Maka, alokasi anggaran
harusnya dinikmati oleh masyarakat menengah ke bawah seperti pupuk murah
untuk petani, murahnya teknologi pertanian, penggunaan teknologi
intensifikasi produktivitas lahan, pembukaan dan penggarapan lahan baru,
dibangunnya jaringan irigasi, pembangunan waduk sebagai sarana
komplementer dengan jaringan irigasi, subsidi BBM untuk nelayan,
pembukaan akses jalan dari pantai ke wilayah pemasaran, dibangunnya
infrastruktur pendingin untuk menyimpan stok ikan demi terjaminnya stok
ikan dan stabilitas harga komoditi laut dan lain sebagainya
Murahnya
harga BBM membuat tingginya konsumsi BBM. Hal ini menciptakan
overkonsumsi BBM akibat pemerintah yang hanya dapat memproduksi BBM
sebesar delapan ratus ribu barel per hari sedangkan konsumsi BBM
mencapai kisaran satu juta enam ratus ribu barel per hari. Banyaknya
konsumsi BBM benar menciptakan peluang yang besar untuk penyelundupan ke
luar negeri dan juga ke sektor industri dimana harga BBM menarik para
penyelundup untuk meraih untung. Selain itu, besarnya konsumsi BBM dapat
meningkatkan degradasi lingkungan akibat polutan yang dihasilkan oleh
kendaraan-kendaraan pribadi. Hal ini merusak kutub utara dan kutub
selatan sebagai kutub penyeimbang suhu udara bumi, dimana lapisan es
dari tahun 2000 mencapai dua meter, kini hanya mencapai sekitar sembilan
puluh centimeter. Dengan ini kemudian kami memberikan solusi dengan
pengalihan subsidi tersebut ke arah pembangunan infrastruktur
transportasi massal yang dapat diakses oleh segala kalangan guna
mereduksi dampak lingkungan dan juga mempermurah biaya transportasi
masyarakat.
Apa yang kemudian kami dapat tarik-simpulkan adalah
pengalihan subsidi BBM dapat menekan inflasi dengan beberapa solusi yang
kami tawarkan. Namun, kami juga memiliki pandangan lain sembari kami
melakukan pandangan-pandangan kami yang mandiri serta profetik, kami
memiliki beberapa solusi dalam pembiayaan fiskal dalam mencari
alternatif pembiayaan subsidi.
Walau tak dapat kita nafikan
besarnaya subsidi BBM perlu dialihkan ke sektor lain, hal ini berarti
akan menaikkan harga BBM dapat mengerek inflasi pada level 8%-9%(dengan
asumsi BBM naik sebesar tiga ribu rupiah) yang dapat menciptakan
kemiskinan baru. Masyarakat menengah yang rentan miskin akibat naiknya
harga BBM ini berkisar antara delapan puluh juta hingga seratus juta
penduduk dapat beralih menjadi masyarakat miskin dengan adanya inflasi.
Walau asumsi jaring pengaman yang dikeluarkan pemerintah baru, namun
tidak jelasnya alokasi anggaran, alokasi pendapatan dari jaring pengaman
belum jelas. Solusi yang kami tawarkan adalah subsidi BBM perlu diawasi
secara ketat agar dapat tepat sasaran.
Naiknya harga BBM kami nilai
memiliki corak dan cirinya tersendiri. Namun, nyatanya ada hal yang
kami nilai ganjil. Bahwa, tidak mungkin pemerintah dapat menyamakan
harga energi internasional ketika Indonesia dapat memproduksi energi
dengan biaya produksi sendiri. Terlebih, menurut hemat kami, kemampuan
ekonomi masyarakat Indonesia yang diagung-dengungkan oleh forum
internasional terbaik setelah China, nyatanya tingkat pendapatan per
kapitanya hanya mencapai US$3000-US$4000 sedang pendapatan masyarakat
Singapura dan Amerika yang menjadi rujukan harga minyak internasional
tingkat pendapatannya mencapai US$30.000-US$40.000. Apakah hal ini dapat
kita kategorikan adil?
Di satu sisi, setiap naiknya harga BBM
sejatinya malah mengerek pengeluaran belanja pegawai sebesar 60%.
Sehingga, menurut hemat kami, subsidi yang diklaim akan dialokasikan ke
sektor pertanian, kelautan, infrastruktur, nyatanya kebanyakan hanya
diserap oleh belanja pegawai yang tiap tahun naik namun tidak menambah
produktivitas pegawai itu sendiri. Bayangkan, untuk anggaran rapat
pegawai sendiri per tahunnya mencapai Rp.30T! Hal yang kemudian kami
tarik-simpulkan, bahwa memang perlu terjadi restrukturasi dan reformasi
berbagai anggaran yang menurut guru besar Universtias Brawijawa dapat
pula menyelamatkan anggaran sekitar Rp.150-Rp.200T.
Data terbaru
yang kami dapatkan, untuk pembiayaan fiskal bukan saja hanya sekadar
menaikkan harga BBM. Dimana nyatanya masih ada kekayaan masyarakat
Indonesia yang dilarikan di Singapura guna menghindari pajak mencapai
sekitar Rp.1.200T(data Kompas), potensi pendapatan pajak dari sektor
pertambangan minyak dan gas mencapai Rp.6.000T(data Antara dan Kompas).